PERNIKAHAN CAMPURAN

Posted by gregorius agung suryo narindro / Category:

Di era globalisasi seperti sekarang ini, jarak fisik bukan lagi menjadi halangan untuk berinteraksi, bahkan hingga melewati batas-batas negara. Salah satu contoh nyata yang mendukung pernyataan tersebut yakni dengan semakin meningkatnya kecenderungan pernikahan antarbangsa yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Banyak negara yang menyikapi hal ini dengan positif dan mengaplikasikannya ke dalam undang-undang/hukum yang akomodatif terhadap gejala ini, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada negara-negara yang tetap pasif dan mengabaikan gejala ini.

Indonesia yang menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :

“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”

Dalam ketentuan UU kewarga-negaraan ini, ada dua kemungkinan bagi anak yang lahir dari perkawinan campuran, yakni menjadi warga-negara Indonesia dan atau menjadi warga-negara asing.

1. Jika Menjadi warga-negara Indonesia

Jika seorang anak lahir dari pernikahan anatara seorang wanita WNA dengan pria WNI (pasal 1b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarga-negaraan anak tersebut mengikuti ayahnya. Kalaupun Ibu dapat memberikan kewarga-negaraannya, anak tersebut terpaksa harus kehilangan kewarga-negaraan Indonesianya. Bila ayahnya meninggal dunia pada saat anak-anaknya masih dibawah umur, belom dapat dipastikan bahwa seorang ibu dapat menjadi wali bagi anaknya yang telah menjadi WNI Indonesia. Dan juga bila ayahnya berstatus pegawai negeri dan telah meningggal dunia, tidak dijelaskan apakah ibunya yang seorang WNA dapat memperoleh pensiun suaminya.

2. Jika Menjadi warga-negara asing

Dalam kejadian seorang anak yang lahir dari pernikahan antara seorang wanita WNI dengan pria WNA, maka anak tersebut sejak dilahirkan akan dianggap sebagai warga-negara asing. Maka ayahnya harus membuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) di Indonesia yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah.

Tapi jika terjadi hal perceraian, maka akan menjadi hal yang sulit bagi seorang ibu untuk mengasuh anaknya, meskipun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun ini sulit untuk di laksanakan.

Dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarga-negaraan seorang ayah dapat mengakibatkan hilangnya kewarga-negaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa atau belum menikah.

Dalam Undang-Undang kewarga-negaraan yang baru terdapat asas-asas kewarga-negaraan umum atau universal. Asas-asas tersebut adalah:
1.Asas ius sanguinis (law of the blood)

asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2.Asas ius soli (law of the soil)

asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.
3.Asas kewarga-negaraan tunggal

asas yang menentukan satu kewarga-negaraan bagi setiap orang.
4.Asas kewarga-negaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Jadi dapat di simpulkan bahwa anak yang lahir dari pernikahan seorang wanita WNI dengan pria WNA, ataupun anak yang lahir dari pernikahan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga-negara Indonesia.
Dan anak tersebut akan mendapatkan kewarga-negaraan ganda. Tapi saat anak tersebut berusia 18 tahun atau sudah menikah, maka ia harus menentukan kewarganegaraannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.

Pemberian kewarga-negaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran.

Namun bila dilihat dari segi hukum perdata internasional, kewarga-negaraan ganda juga memiliki potensi masalah, contohya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas di mana berarti bahwa seorang anak akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya.

0 comments: